Surabaya – Fajar Nusantara News, Kabid Propam Polda Jatim, Kombes Pol. Iman Setiawan diharapkan lebih tegas dalam penegakan hukum kepada para oknum anggota Polri yang diduga melakukan pemerasan kepada masyarakat, mencederai rasa keadilan, tidak melakukan SOP, dan semau “gue” dalam melakukan penegakan hukum.
Tindakan tegas, Presisi, Promoter bukan hanya lips service saja. Apa fungsi Propam sudah jelas Garda Terakhir bagi masyarakat yang mencari keadilan, perlindungan bagi masyarakat yang teraniaya secara hukum, diperlakukan semena-mena, jauhnya rasa keadilan bagi masyarakat.
Tentunya ini semakin miris, Polri yang salah satu tugas kewenangannya diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian adalah sebagai Pengayom, Pelindung, dan Melayani masyarakat.
Namun apa jadinya kalau fungsi Propam diduga Mandul?. Diam tidak bergerak seakan akan menjadi pembenaran bagi masyarakat “PERCUMA LAPOR POLISI”.
Presisi bukan sebuah kata tanpa arti. Presisi diartikan prediktif, responsif, tepat dan cepat, tentunya kurang lebihnya begitu.
Namun jangankan ada tindakan, fungsi Propam Polda Jawa Timur seakan-akan malah terkesan melindungi oknum-oknum tersebut.
Salah satu contoh adanya berita terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum kanit berpangkat AKP inisial JYD kepada korban penyalahgunaan narkoba bernama Adam.
Diduga oknum tersebut memerintahkan penyidik berkolaborasi dengan oknum pengacara. Pat gulipat melakukan tindakan tercela, memeras masyarakat, walaupun uang sudah dikembalikan tentunya harus tetap di proses secara hukum.
“Ini ada peristiwa pidananya, harusnya ada sanksi etik nya, diperiksa oleh Paminal penyidik dan kanit tersebut. Tapi kalau ada pembiarab begini, yang malu adalah Polri itu sendiri, bukan masyarakat,” ujar pengamat Kepolisian asal Surabaya Didi Sungkono, SH., MH. Ikut mengomentari kasus ini. Senin (10/6) siang.
“Kalau memang Polri mau berbenah harus lebih transparan bukan malah terkesan menutupi anggota yang keliru. Polri adalah alat negara milik masyarakat, digaji oleh negara berasal dari uang pajak rakyat, tugasnya sangat jelas,” tegas Didi.
“Sekarang ini era nya sudah berubah, era keterbukaan, era transparan, bukan malah Kabid Propam di WA tidak pernah di balas, dikonfirmasi tidak pernah ditanggapi, terus fungsi Propam itu apa?,” ujar Didi Sungkono.
“Sungguh ironis dan miris, ini sebuah mafia dalam penegakkan hukum yang harus disikapi secara serius oleh pimpinan kepolisian daerah Polda Jawa Timur. Tidak main-main, diduga demi mencari keuntungan pribadi dalam penegakkan hukum seorang oknum yang menjabat sebagai Kepala Unit Subdit 2 Reskoba Polda Jawa Timur rekayasa hasil penyidikan,” tegas Didi.
Menurut Didi, fenomena ini patut dicurigai sudah berlangsung lama dan merupakan modus operandi untuk mengeruk keuntungan pribadi, memperjualbelikan kewenangan, pasal-pasal, dan aturan-aturan hukum, yang mana KUHAP diartikan (Kasih Uang Habis Perkara) atau KUHAP diartikan (Kurang Uang Harus Penjara).
Perlu masyarakat ketahui, peristiwa rekayasa hukum ini terjadi bermula saat penangkapan salah seorang warga kota Surabaya bernama Adam (laki laki berumur 24 tahun).
Kepada wartawan Adam menuturkan, sekira hari Jumat tanggal 31 Mei 2024, ia ditangkap di rumah Babatan Kec.Wiyung, Surabaya oleh enam orang yang mengaku dari satuan reserse narkoba Polda Jawa Timur.
“Saya dibawa ke Polda Jawa Timur. Sebelum saya ditangkap, ada dua orang yang ditangkap yaitu berinisial A dan D,” ujarnya.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan, sekira hari Sabtu tanggal 01 Juni 2024 ia diperintah oleh penyidik yang bernama Lukman.
“Kamu hubungi istrimu melalui VC (video call) dalam VC tersebut saya dikasih juga nomor HP. Ini Pengacaramu namanya pak Dicky, dia yang bisa menolongmu, suruh istri atau keluargamu menghubungi pak Dicky,” kata Adam menirukan arahan penyidik bernama Lukman.
Setelah Adam melaksanakan apa yang diarahkan Lukmana, orangtua Adam menelpon nomor sesuai arahan dari penyidik tersebut, hingga akhirnya orangtua Adam bernama Sriandayani diajak ketemu oleh pengacara bernama Dicky di Exelso jalan Akhmad Yani Surabaya pada hari Sabtu sore.
“Benar saya menemui pak Dicky pengacara dari Polda Jawa Timur, bisa menolong Adam dengan biaya tebusan sebesar Rp.100 juta. Saya uang dari mana?. Suami bekerja sebagai satpam saya sendiri hanya ibu rumahtangga,” ujar Sriandayani.
“Dan uang tersebut harus ada paling lambat hari Senin Tanggal 03 Juni 2024, karena menurut pak Dicky BB (Barang Bukti Narkoba jenis sabu-sabu beserta klipnya seberat 6 gram),” ujar Sriandayani.
Karena ingin anaknya terbebas dari hukuman, apa yang diminta Dicky, dirinya dan suami coba penuhi, melalui hutang kepada rentenir dan menjual sepeda motor, hingga terkumpul uang Rp.50 juta.
“Uang tersebut saya serahkan ke pak Dicky di belakang Kantor Satreskoba Polda Jawa Timur, diterima oleh Pak Arthur (rekan Dicky,” ujarnya.
“Sekitar jam 1 siang hari Rabu tanggal 05 Juni 2024, setelah uang tersebut diterima, saya beserta Adam diajak penyidik ke kantor BNNP untuk ajukan reahbilitasi anak saya beserta dua orang yang sudah ditangkap terlebih dahulu,” ujarnya.
“Setelah dari BNNP, anak saya dibawa ke rumah rehabilitasi Plato yang berlokasi di Jl Cipta Menanggal Kota Surabaya,” ucapnya.
Setelah ramai akan diberitakan, uang yang diminta oleh oknum pengacara bernama Dicky tersebut dikembalikan secara tunai sebesar Rp.40 juta dan diterima kembali oleh orangtua Adam pada hari Rabu tanggal 05 Juni 2024.
Pengembalian uang tersebut dilaksanakan di KFC yang terletak dijalan A Yani Kota Surabaya sekira jam 23.00 WIB. Karena uang sudah dikembalikan, maka orang tua Adam mengaku sangat berterima kasih dan menganggap perkara itu sudah selesai serta tidak akan memperpanjang lagi. (Eko)